PANDANGAN SESAT TERHADAP TAMBANG RAKYAT

(Bagian Pertama)

Setelah saya bekerja dan berkecimpung di dunia pertambangan selama lebih dari 20 tahun, saya melihat ada banyak presepektif yang menyesatkan terhadap tambang rakyat atau tambang skala kecil.  Tulisan ini adalah hasil pengalaman dan pengamatan selama saya bekerja untuk pertambangan.  Beberapa perspektif tersebut antara lain:

Kebanyakan orang menganggap bahwa pilihan menjadi penambang rakyat adalah pilihan yang orang-orang bodoh.  Orang menjadi penambang adalah pilihan yang sangat cerdas. 

Untuk di Indonesia, mineral yang ekonomis tersebar dimana-mana, hampir diseluruh wilayah Indonesia.  Hanya dengan sedikit usaha, setiap orang bisa mendapatkan mineral untuk dimanfaatkan atau dijual.  Produksi atau panen bisa setiap hari.

Bahkan ketika regulasi untuk tambang rakyat sehingga mereka selalu dianggap “illegal”, kegiatan tambang rakyat terus berkembang baik secara kualitatif maupun kuantitatif.  Tahun 2010, jumlah penambang rakyat di Indonesia hanya sekitar 500 ribu.  Mereka hanya menghasilkan emas, perak, pasir timah, batu andesit, batu kapur, pasir, dan material kontruksi lainnya.
Tahun 2023, jumlah penambang rakyat di Indonesia sudah lebih dari 4 juta orang.  Mereka menghasilkan emas, perak, pasir timah, zircon, rutil, monasit, ilmenit, pasir besi, Galena, Mangan, Tembaga, Paladium, Rhodium, Platina, batubara, minyak bumi, garam, belerang, gamestone, intan, zeolit, dolomit, clay, andesit, batu muka, pasir, sirtu, tanah urug, dan masih banyak lagi.

Mengapa walaupun masih diperlakukan sebagai penambang illegal, mereka tetap melakukan kegiatan?  Karena uang hasil kegiatan mereka masih cukup untuk membayar berbagai onkos “non teknis” yang harus mereka bayar.

Pertambangan rakyat atau pertambangan skala kecil dianggap sebagai pekerjaan yang haram oleh pemerintah dan banyak Lembaga-lembaga non pemerintah yang hidup dari bantuan asing atau dari dana CSR perusahaan besar.  Sehingga salah satu rekomendasi di hamper setiap proyek mereka adalah alternative mata pencaharian. 

Sangat jelas sekali, pemerintah dan lembaga-lembaga besar dunia sebenarnya tidak menginginkan tambang rakyat atau tambang skala kecil ini untuk berkembang.  Mereka sebenarnya ingin rakyat berhenti menambang, sehingga tambang akan hanya dikuasi oleh perusahaan skala besar.

Adanya pemisahan atau dikotomi antara penambang dan petani.  Opini masyarakat digiring seakan-akan kalua banyak orang jadi penambang, lalu siapa yang akan menjadi petani?
Fakta di Indonesia, hampir 70% penambang adalah juga petani.  Di beberapa daerah di Indonesia, kelompok penambang melakukan pekerjaan tambang secara bergiliran dalam setiap minggu.  Ada yang 2-3 hari/minggu bekerja di tambang dan 3-5 hari/minggu bekerja di pertanian atau pekerjaan lainnya.

Ada beberapa lokasi juga yang memberi syarat untuk anggota kelompok.  Hanya yang sawah atau ladangnya digarap, yang boleh melakukan kegiatan tambang.  Ini adalah salah satu bentuk kearifan lokal.  Fakta menarik lainnya adalah bahwa kegiatan pertanian para penambang, rata-rata akan lebih baik dan lebih berhasil daripada yang hanya bekerja sebagai petani saja.  Anda pasti bisa memahami alasannya.

Tambang rakyat tidak memberikan kontribusi untuk pemerintah.  Ini adalah statemen dan perspektif yang benar-benar sesat.  Walaupun tambang rakyat masih sangat sulit untuk mendapatkan izin dan kegiatannya dianggap illegal, tambang rakyat mampu membuka ribuan lapangan kerja di setiap lokasi tambang di Indonesia.  Bukankan penyediaan lapangan kerja adalah kewajiban pemerintah? 
Kegiatan tambang rakyat juga akan menggerakkan perputaran ekonomi yang sangat signifikan, karena kebutuhan pendukung untuk kegiatan tambang rakyat seperti bahan makanan, rokok, peralatan tambang, peralatan pengolahan, bengkel, las, transportasi, perdagangan hasil tambang, dan masih banyak lagi dampak ekonomi yang lain.  Siapa yang mendapatkan manfaat Ketika kegiatan perekonomian atau perdagangan meningkat?

Tentang pajak atau royalty.  Bagaimana tambang rakyat bisa membayar pajak atau royalty bila belum mempunyai izin? Pertanyaannya mengapa pemerintah tetap saja sulit mengeluarkan izin tambang rakyat? 

Salah satu anggota kelompok asosiasi saya memiliki izin tambang pasir seluas kurang dari 10 Hektar. Kelompok ini mempekerjakan sekitar 500 karyawan, dan membayar retribusi untuk pemerintah lebih dari 3 milyar rupiah setiap tahun.  Apakah anda paham mengapa pemerintah sangat sulit mengeluarkan izin tambang untuk rakyat?
Karena rakyat bisa mengelola 10 hektar lahan tambang jauh lebih baik dari perusahaan skala besar. 
Berapa banyak tenaga kerja yang dipekerjakan di perusahaan skala besar yang memiliki luas lahan tambang 1.000 hektar atau bahkan ada yang luas lahannya 30.000 hektar?  Berapa pajak/royalty atau retribusi yang mereka bayarkan ke pemerintah?

Kalau tambang rakyat berkembang dan mudah mendapatkan izin, maka semua orang akan tahu bahwa sebaiknya tambang akan jauh lebih baik diserahkan pengelolaannya kepada rakyat atau skala kecil.

Lanjut bagian dua…….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *