KETUA APRI SINTANG ANGKAT BICARA TERKAIT PERTAMBANGAN TANPA IZIN ( PETI ).

Senin, 08 Juli 2024 di Sintang, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (DPC APRI) Kab. Sintang, Erwin Setyawan menyampaikan bahwa APRI  selalu mendorong agar  aktivitas tambang rakyat menjadi legal dan ramah lingkungan.

APRI yang berdiri sejak 24 November 2014, saat ini sudah tersebar di 34 provinsi dan 350 kabupaten di seluruh Indonesia, telah membentuk sekitar 700 kelompok tambang di berbagai lokasi tambang rakyat di Indonesia.  Melalui kelompok tambang rakyat yang bertanggung jawab atau responsible mining community (RMC) inilah penambang rakyat berjuang untuk mendapatkan legalitas dan berproses menuju pengelolaan tambang yang ramah lingkungan.

Selama ini kegiatan tambang rakyat selalu  diidentifikasikan dengan penambangan liar.  Faktanya sebenarnya tidak demikian. Karena ternyata untuk mendapatkan legalitas tambang rakyat sangat sulit dan tidak ada kepastian regulasi. 

Kami dari APRI sebenarnya ingin melihat keseriusan pemerintah Jokowi dalam mendorong formalisasi tambang rakyat. Kalau memang pemerintah menginginkan tambang rakyat menjadi legal/berizin, seharusnya pemerintah menyediakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai kebutuhan tambang rakyat.  Termasuk juga kemudahan dan kepastian regulasi untuk mendapatkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

APRI berharap pemerintah tidak hanya mempermudah dan membantu pengusaha besar dan pengusaha asing saja.  Seharusnya rakyat lebih diutamakan.  APRI meyakini semua penambang rakyat Indonesia sangat ingin memiliki IPR, supaya bisa bekerja dengan aman, nyaman, dan membayar pajak/royalty, ataupun retribusi,selama ini penambang rakyat tidak membayar pajak, tetapi membayar pungli dan berbagai biaya koordinasi dari para oknum APH yang mem backing para penambang belum berizin.

Bagaimana rakyat diharuskan memiliki IPR bila pemerintah belum menyediakan WPR?  Seharusnya penegak hukum menggunakan nalarnya, dan bertindak proporsional.  Jangan hanya beraninya menekan rakyat untuk melaksanakan Undang-Undang Minerba, tetapi kepada pemerintah yang punya kewajiban untuk menyediakan WPR,polisi tidak bertindak sama sekali.

Mabes Polri mempunyai slogan, “Salus Populi Suprema Lex Esto”, yang artinya bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.  Seharusnya bila rakyat bekerja keras memenuhi kebutuan keluarga, baik untuk makanan, kesehatan, dan pendidikan anak-anaknya dengan menambang, kepolisian harus memberikan dukungan, perlindungan, dan solusi bila ada permasalan seperti sulitnya mendapatkan izin IPR.  Tetapi selama ini yang terjadi para APH termasuk pernyataan Kapolda Kalimantan Barat, memandang para penambang rakyat di Kalimantan Barat adalah kriminal atau penjahat.  Beraninya sama rakyat kecil saja. Hukum hanya tajam kebawah!

Pasal 22A, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Pememerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan terhadap WPR yang telah ditetapkan, tetapi ternyata Kementerian ESDM melanggar Undang-undang dengan menghilangkan WPR yang ada di Pulau Kalimantan, tetapi sama sekali tidak disentuh oleh kepolisian.Berapa banyak IPR yang akhirnya tidak bisa diperpanjang, dan berapa banyak penambang rakyat yang sudah bersusah payah menyiapkan dokumen untuk mengajukan IPR akhirnya tidak bisa, karena WPR nya hilang.

Bagaimana mungkin Keputusan Menteri bisa mengalakan dengan Undang-undang, tetapi dibiarkan saja oleh Kepolisian.  

Pasal 24 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Minerba menyatakan bahwa di suatu wilayah yang terdapat kegiatan tambang rakyat tetapi belum ditetapkan menjadi WPR. diprioritaskan untuk ditetapkan menjadi WPR.  Harusnya dengan nalar yang sederhana atau tidak perlu menjadi seorang jenius untuk mengerti bahwa wajar ada kegiatan tambang rakyat yang belum berizin, karena memang penambang rakyat belum bisa mengajukan IPR karena IPR hanya dapat diajukan di dalam WPR yang menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan bagi rakyatnya.Jadi apa dasar hukumnya mengkriminalisasi penambang rakyat yang pemerintahnya belum melaksanakan Undang-undang untuk menyediakan WPR?

Dari fakta-fakta diatas dapat disimpulkan memang belum ada keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong formalisasi tambang rakyat.

Melalui pernyataan ini, saya Ketua DPC APRI Kab. Sintang menyerukan dan meminta keseriusan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga kepolisian untuk mendukung program formalisasi tambang rakyat, yaitu dengan mendorong tersedianya WPR dan memastikan kemudahan pengurusan IPR baik biaya dan waktu pengurusannya.

Jangan sampai akhirnya kami melihat ketidak seriusan pemerintah dan APH dalam mendorong formalisasi tambang rakyat, karena tambang rakyat dijadikan ATM oleh para oknum.

APRI berharap agar kepolisian bisa melaksanakan slogan yang selalu digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Purnomo, yaitu presisi yang berarti prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

(Ketua DPC APRI Kab.Sintang.Erwin Setyawan)
Sumber: https://www.radarmetronews.com/2024/07/ketua-apri-sintang-angkat-bicara.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *